Minggu, 22 April 2012

AKHLAK PEMUDA, JAWABAN MASA DEPAN DAERAH



  • Dakwah Ekspo FIDKOM
    Pop culture atau bisa disebut budaya yang disukai kebanyakan orang. Bisa dari selera musik, fashion stile, pola sikap bahkan pola pikir. Sangat besar pengaruhnya terhadap remaja dan pemuda. Generasi ini kebanyakan tidak menyadari, yang dia terapkan pada pergaulan dan aktifitas hariannya adalah sikap yang tidak sewajarnya. Ini dianggap akibat dari pengaruh pergeseran zaman. Kata mereka, “ini zaman modern”. Modern seperti apa?
    Selerah musik yang kebanyakan disukai pemuda telah mengacaukan kontrolnya sebagai pelajar yang harus menuntut ilmu. Meresahkan sebagian besar orangtua karena anaknya telah berubah mentalnya. Ujung-ujungnya musik yang disalahkan tanpa menelusuri sebab lain dari kegilaan anaknya. Karena persolan gaya hidup masa kini, orangtua dipaksa oleh anaknya menyamakan fashion seperti yang trend pada muda-mudi. Makanya jangan heran kalau antara Ibu dan Anak susah dibedakan umurnya. Terutama bagi wanita yang menganggap bahwa stile kayak artislah yang baik, model kerudung inilah yang pantas dikenakan agar terlihat muda dan cantik, dll. Bukan persoalan musik atau pakaina, tapi bagaimana orang tua harus dihormati.
    Vestifal musik di kota Bau-Bau tiap tahunnya tidak bisa dihitung. Acara joget di daerah ini pun bagaikan mati lampu yang bergilir. Betapa banyak pemuda yang epresiatif terhadap aktifitas tersebut. Menandakan wacana yang lagi hot diperbincangkan di tengah-tengah pergaulan muda-mudi kita adalah yang tersebut di atas. Musik bukanlah setan yang gampang menumbangkan profesional kita sebagai pemuda.
    Kontraversi pergaulan makin tinggi di daerah kita. Anak-anak dari luar rumah membawa pola pergaulan ke lingkungan keluarga dan memperlihatkan kalau demikianlah cara bergaul yang tidak kuno. Yang sepatutnya keluargalah yang berperan untuk menentukan pergaulan yang baik untuk anak. Menurut pakar komunikasi, keluarga adalah bagian dari Institusi Budaya yang mengajar kita lebih utama mengenal dunia sebelum institusi sekolah dan agama. Tidak sedikit pula kekeliruan pada cara besosialisasi dalam keluarga-keluarga tertentu. Bisa kita lihat teman-teman kita dengan sendirinya mengakui kalau dia sedang marahan dengan orangtuanya. Dengan bangganya anak mengatakan kalau Ayahnya jahat dan Ibunyalah yang baik. Bahkan ada yang mengancam orangtuanya untuk dibunuh.
    Betapa mengenaskan kebutaan pendidikan rohani manusia sekarang ini. Karena persoalan ini tidak sedikit dan penting, untuk itu perlunya penumbuhan kesadaran memperbaiki penyimpangan ini. Kurangnya informasi dan perhatian Institusi Budaya akhirnya menyebabkan banyak masyarakat menentukan sendiri yang terbaik buat dia. Dan ini jelas-jelas kebablasan karena yang ditentukan itu belum tentu tepat. Apapun yang melatarbelakangi fonomena yang ada, jangan sampai kita menanggalkan kebijakan dalam meremukkan problem ini.
    No action “takiayia”?
    Memandang jernih dunia adalah hal yang sulit dilakukan saati ini. Pada jalan yang panjang tercium bau busuk sepanjang jalan atau terlihat kekejian di depan mata. Bukan hanya di Ibu Kota, namun kini di daerah kita sendiri sangat mustahil untuk tidak mengerutkan wajah lantaran bergeletakkan di depan umum kekeliruan dan kemiskinan moral asli manusia. Banyak pengakuan orang yang tidak menyukai kotoran dan kebobrokan. Namun, tidak sedikit orang yang apatis untuk membersihkan dan menuntunnya.
    Sepertinya kita setuju dengan membiarkan remaja dan pemuda sambil terbahak-bahak menggunakan nama orangtua mereka sebagai bahan bercanda. Kelihatannya kita sepakat saat membiarkan muda-mudi yang jelas di depan mata mengumpat satu sama lain. Lebih dari itu, saling melukai dan saling berhubungan badan sebelum nikah sudah menjadi hal yang biasa dan masuk ke predikat “takiayia”, kata orang Buton.
    Padahal, dulu, Soekarno mantan presiden Indonesia pernah melantangkan suaranya dan yakin “beri aku sepuluh pemuda maka akan kugoncangkan dunia”. Artinya, alternatif satu-satunya untuk bangsa dan daerah yang lebih baik adalah dari kontribusi pemuda yang pantas. Nabi Muhammad saw sebagai revolusioner dunia pernah mengingatkan untuk memanfaatkan masa muda dengan tepat. Maksudnya, pemudahlah jago-jagonya pemimpin di masa mendatang. Sehingga, hindari kekosongan waktu yang berpeluang merusak mental pemuda. Namun, sepertinya harapan itu semua nyaris luntur.
    Melihat pesta demokrasi saat ini benar-benar sangat uvoria. Para pelaku politik adalah berutujuan sama-sama ingin memimpin untuk menjadikan daerah lebih baik. Spirit mengampanyekan visi misinya hampir tidak mengenal teriknya matahari di siang hari. Tanpa sadar, para calon pemimpin daerah telah mengajarkan pemilihnya untuk menyuap. Ini dapat dilihat pada masa kampanye dan biasa kita sebut sebagai money politic atau apalah itu. Dan hinanya, yang disuap dominan pemuda.
    Bukan masalah politiknya, tapi bagaimana bekas teladan calon pemimpin daerah kepada generasi muda bisa piur tanpa peluang kejahatan. Bagaimana politik ini bisa menjadi aducation bagi anak bangsa. Yang diinginkan daerah bukanlah harta yang banyak, tapi bagaimana roda negara bisa berjalan lurus karena disetir pemabuk dan otak miring. Akhirnya negara berpeluang menuju kearah yang menakutkan. Maka perlu adanya wadah untuk merangkul pemuda dan mahasiswa agar mengenal tugas dirinya dan untuk apa pemuda ada. Jelas sekali belum adanya dukungan yang seimbang dari pemerintah untuk rana keagamaan.
    Apa memang tugas pemerintah daerah tidak diporsikan untuk memerhatikan pendidikan akhlak dan pemenuhan kebutuhan rohani? Jika tidak, mengapa sedikit sekali moment­-moment yang relevan dengan kepemudaan dan akhlak yang baik. Jika pemerintah memang telah mengimbangkan program pembangunan daerah di segi building dan pendidikan ilmu pengetahuan dan akhlak, mengapa masih saja ramai mahasiswa yang berunjuk rasa atas kegagalan pemerintah daerah!
    Jarang didapati kegiatan-kegiatan bermoral dan bernilai akhlak di daerah yang didukung banyak masyarakat. Akhirnya dari fenomena yang ada, siapa saja bisa mengiterpretasikan dan membanding-bandingkan kota dan kabupaten, kini dan dulu. Kita ingat ketika Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton tidak seuvoria pesta demokrasi. Ada yang menilai, MTQ Kota Bau-Bau wujuuduhu ka’adamihi, (ada MTQ, tapi kok seperti tiada).
    Tanggungjawab siapa?
    Terkadang sudah terbesit dalam hati untuk memeringati muda-mudi dan berupaya menstabilkan kebobrokan yang ada. Sering kita jumpai hal yang menggelikan hati dan dalam waktu yang bersamaan ingin menegur. Keiinginan untuk memperbaiki karena perhatian terhadap lingkungan diakui memang sangat tinggi. Namun sayangnya itu semua dengan sangat muda dipatahkan oleh omongan-omongan orang “tidak usah urus orang lain, urus diri sendiri saja.” Namun apakah kita nikmat membiarkan warisan adat, dalam hal ini akhlak yang diaktualisasikan orang tua wolio di cabik-cabik generasi kita? Jika tidak, bukankah kita punya peran penting serta tanggungjawab penuh terhadap kelestarian cara orang-orang dulu menghargai dirinya dan orang lain? Menjaga relasi yang baik antara satu sama lain, yang mana ini telah ditanamkan serta dicanangkan dalam aktualisasi pergaulan para pendahulu kita.
    Jika kita merefleksi salah satu lagu buton yang liriknya,
    Mai rango andi kasameaku sii
    Udikaia mpuu yiuncana ngangarandamuu
    Jagania karomu bengkala koengati
    Saide usindoli umandulimoo
    Baiknya dilihat kembali hingga akhir lirik lagu tersebut. Kita diiingatkan untuk menjaga diri kita. Bertanggungjawab terhadap semua hal yang menerpa kita. Baik dari diri sendiri maupun dari luar. Harus senantiasa berhati-hati dalam melangkah, memilih, dan memutuskan sesuatu. Memilah dan memilih apa sajah yang pantas untuk menjadi tindakan kita. Bukan tidak menerima perkembangan teknologi komunikasi dan pesatnya perkembangan zaman. Namun bagaiman ini agar tidak menggusur dan menggeser nilai-nilai agama, nilai-nilai suatu daerah, dan nilai-nilai keluarga.
    Padahal di negeri tercinta ini. Sejak tahun 1908 sampai Indonesia merdeka. Tidak sedikit pemuda mengorbankan jiwanya untuk mempertahankan harkat dan martabat negara hingga kemerdekaannya. Bau-Bau dan Buton atau Tanah Wolio bisa bertahan hingga saat ini karena jasa-jasanya pejuang pendahulu kita. Jika Nabi Muhammad, Ir Soekarno dan pejuang-pejuang dulu masih hidup, mereka mungkin menangis melihat tingkah pemuda saat ini. Hingga perlu dilestarikannya sejak dini persatuan dan semangat muda-mudi dengan tuntunan dari pemerintah yang cerdas, jujur dan cerdik.
    Pemuda selain menuntut ilmu, juga sepatutnya berkarya sesuai profesi masing-masing. Sebaiknya masa muda ini kita hiasi dengan iman, kita warnai masa muda ini dengan ilmu, dan kita bingkai masa muda ini dengan aktif di berbagai organisasi kepemudaan, apa itu HMI, PMII, IMM, LDK, IKPS, dan lain sebagainya. Inilah yang cukup tepat untuk menyalurkan aspirasi kita dan daerah ini. Apa yang dilakukan pemuda pada masanya akan membekas dan mengimplementasikannya di masa depan.
    Pemuda adalah jago, kuat, mampu bertahan dalam kekerasan. Dalam hal ini pemuda harus agresif dan cerdik untuk menempatkan dirinya sebagai sosok gagah perkasa. Pemuda tidak lema dan tidak menunggu disuapi untuk mengetahui hal-hal yang patut ada pada dirinya, karena dia inovatif. Saling lempar kesalahan bukan mental pemuda sejati, dia mampu memfilter mana yang hak dan batil sehingga disebut bijaksana. Hingga akhirnya, ini bukan kekeliruan dan kesalahan yang harus saling dilemparkan jika terjadi kebobrokan. Tanggungjawab bersama untuk daerah yang semerbak.

1 komentar:

  1. Harrah's casino site | Lucky Club
    Enjoy a variety of gambling games from a range of different denominations to get caught in a great live dealer Harrah's Casino · Caesars Palace · Mirage Casino · Wynn Las Vegas luckyclub

    BalasHapus